#photooftheday hari ini adalah Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) yang saya foto di tahun 2014 di habitatnya langsung. Foto ini saya ambil pada saat induk elang jawa sedang mengerami telurnya.
Elang jawa akan mengerami telurnya secara bergantian dengan porsi individu betina lebih banyak.
0 Comments
Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) sebuah masterpiece dari Allah SWT yang begitu gagah dan kharismatik. Mungkin saking gagahnya maka para pencetus hadirnya simbol negara, Garuda Pancasila, yang akhirnya memilih elang jawa sebagai simbol negara republik indonesia karena kemiripannya. Dan, pada tahun 1993 elang jawa ditetapkan sebagai satwa nasional simbol negara republik indonesia. Foto ini bisa dibilang dokumentasi pertama saya untuk jenis ini. Banyak cerita yang megikuti hadirnya foto ini sampai bisa saya bagi dengan kalian-kalian semua. Saya dan rombongan termasuk senior fotografer wildlife bang Riza Marlon dan Willy Ekariyono berangkat sebelum subuh naik ke ketinggian 1500 mdpl di gunung salak. Pokoknya penuh perjuangan. Jalanan yang tidak semestinya, dengkul ketemu dagu itu sudah pasti. Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam lebih akhirnya sampai juga di lokasi dan langsung set alat-alat. Apa yang akan kalian ucapkan ketika lihat anakan sang Garuda di dalam sarangnya sedang menunggu kedua induknya datang membawa mangsanya? Waktu itu saya langsung berucap syukur karena masih bisa menyaksikannya langsun di hutan tropis yang ada di pulau jawa. Saya berharap, dan semoga kalian juga ikut berdoa, saya selalu berharap bahwa burung elang yang hanya ada di pulau jawa ini akan tetap lestari sehingga ke depan anak cucu kita masih bisa melihatnya langsung di alam liar. Tidak sekedar mendengar cerita akan kegagahannya dan melihatnya di foto maupun video.
Bubut Jawa Centropus nigrorufus jenis burung dari famili Cuculidae burung endemik Pulau Jawa yang statusnya terancam punah. IUCN memasukan burut jawa sebagai jenis yang terancam dengan kategori Vulnerable (rentan). Dengan daerah seabran yang terbatas hanya di kawasan pesisir. Beberapa hari yang lalu Istri laporan via Whatsapp, kira-kira bunyinya begini. "Ternyata yang bunyinya 'kok-kok' itu Bubut Jawa. Tadi pas buka pintu samping burungnya terlihat terus langsung terbang" "Weee",. itu jawaban ekspresi keterkejutan saya. hehe Hingga akhirnya kemarin pagi (5/05/2019) pas saya buka pintu samping dapur terlihat satu burung yang sedang berjalan di pelepah kelapa yang langsung teridentifikasi sebagai Bubut Jawa. Seperti waktu-waktu yang lain kalau ada burung 'baru' yang datang di sekitar pekarangan rumah respon saya adalah ambil kamera dan teropong baik monokuler maupun binokuler. Kamera tujuannya untuk mendokumentasikan temuan itu. Teropong untuk memastikan identifikasi ketika burungnya menjauh, maka hanya dengan teropong itu kita bisa melihat burungnya dengan jelas. Kecuali burungnya nyempil di pelepah kelapa. Mendokumentasikan dalam bentuk foto sudah seperti menjadi SOP, jadi ketika ada hal baru terkait dengan burung - burung yang ada di sekitar rumah. Karena kamera saya hanya berlensa 40mm maka saya pinjam properti Ekoin yang ada di rumah. Alhasil kamera powershot atau prosumer canon dengan perbesaran 42x zoom sehingga saya bisa mendokumentasikan dengan jelas seperti foto diatas.
Dengan kedatangannya di sekitar pekarangan kami, maka bubut jawa ini menjadi catatan baru untuk burung - burung yang selama ini ada. Jarak rumah kami yang hanya sekitar 5-6 kilomter dari kawasan pesisir maka bisa saja bubut jawa memang ada di kawasan desa kami. Semoga tetap lestari, Salam Jogja 06 Mei 2019 Trinil Bedaran (Xenus cinereus) ini saya foto di Muara Sungai Progo menggunakan kamera Canon 1000D dengan metode Digiscoping. Dalam bahasa inggris burung ini biasa disebut dengan nama Terex Sandpiper. Termasuk jenis burung pantai yang bermigrasi dari bumi bagian utara. Bermigrasi ke negara beriklim tropis, salah satunya indonesia dan mampir di muara progo, Yogyakarta. Burung Kedidi Besar (Calidris tenuirostris) merupakan burung pengunjung (migran) dari belahan bumi bagian utara. Burung pantai ini bermigrasi karena menghindari musim dingin di habitat aslinya. Bermigrasi ke kawasan yang berikilim tropis di Asia Tenggara, Indonesia hingga ke Australia bahkan paling jauh bisa mencapai Selandia Baru. Burung-burung ini singgah di kawasan muara sungai progo pada awal oktober hingga desember. Menghabiskan waktu musim dinginnya dengan mencari makan dan menjelajah. Foto ini saya ambil menggunakan kamera Canon 1000D yang saya kawinkan dengan Monokuler (Spottting scope) Kowa TSN-4, monokuler model lawas. Untuk menggabungkan antara keduanya saya menggunakan adapter universal bikinan sendiri. Mounting lensanya saya gunakan extention tube manual untuk macro yang khusus canon. Jadi langsung antara body kamera dengan monokuler. Foto ini juga tayang di Flora dan Fauna - ID
Burung ini memiliki nama ilmiah Orthotomus sepium. Ukurannya hanya berkisar 11 centimeter jika diukur dari ujung paruh hingga ujung ekor. Bagi para penggemar burung kicau tidak sulit untuk membedakan jenis ini dengan jenis yang lain. Termasuk membedakan mana jantan dan betina. Sebagai informasi, burung jantan pada jenis ini memiliki warna mahkota, kerongkongan dan pipi yang merah-karat. Bulu lainnya berwarna abu-abu kehijauan dengan warna perut putih tersapu warna kuning. Sedangkan burung betina memiliki warna kepala tidak semerah individu jantan, dagu dan tenggorokannya berwarna putih. Burung ini saya foto di Stasiun Riley TVRI di dusun Gulinten, Sega, Karangasem, Bali. Secara umum jenis ini tersebar hanya di pulau Jawa, Bali dan Lombok. Jika dlihat dari persebaran berdasarkan anak jenis (sub-species) diantaranya sebagai berikut;
|
AuthorMengumpulkan dokumentasi kekayaan alam liar indonesia seperti halnya mengumpulkan kepingan puzzle yang tercecer. Archives
November 2021
Categories
All
|